Rabu, 21 Mei 2014

Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Kehidupan Manusia

Disusun Oleh: Nazari Mahda dan Ali Hanafia [Mahasiswa Ilmu Aqidah UIN Ar-Raniry Banda Aceh]

A. Pendahuluan
Banyak masalah yang muncul di dunia merupakan implementasi dari segenab makhluk hidup, salah satunya ialah manusia. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh keturunan dan lingkungan. Dua pengaruh tersebut memiliki perbedaan, baik dari segi dampak ataupun cara untuk mengantisipasinya. Sehingga, secara tidak langsung pengaruh tersebut telah menuntut manusia untuk senantiasa mengetahui, beradaptasi, bersinergi, dan memamfaatkannya sebagai media untuk mengembangkan segenap potensi (indera, akal, dan hati) yang dimilikinya.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka terdapat beberapa masalah yang akan penulis bahas secara sitematis dalam makalah yang sederhana ini, yaitu: Apa makna pengaruh, hereditas, lingkungan, kehidupan dan manusia; Mengapa hereditas dan lingkungan mempengaruhi kehidupan manusia; Bagaimana keadaan hidup manusia ketika telah dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan.

B.    Makna Pengaruh, Hereditas, Lingkungan, Kehidupan dan Manusia
Sebelum membahas lebih lanjut tentang berbagai pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap kehidupan manusia, maka ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu makna dari masing-masing kata tersebut.
1.      Makna Pengaruh
Makna kata pengaruh menurut kamus besar bahasa indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.[1]
2.      Makna Hereditas
Kata hereditas bermakna pewarisan sifat pada makhluk hidup,[2] baik secara biologis melalui gen atau secara sosial melalui pewarisan gelar.[3]
3.      Makna Lingkungan
Istilah lingkungan bermakna sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk hidup. Para ahli lingkungan mendefinisikan bahwa lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh secara timbal-balik antara satu sama lain.[4] Adapun berdasarkan catatan wikipedia, lingkungan adalah kombinasi antara komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).[5]
4.      Makna Kehidupan
Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan proses penopang diri dengan objek yang tidak memilikinya, baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki fungsi. Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi. Keduanya menawarkan interpretasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan dengan keberadaan dan kesadaran.[6]
5.      Makna Manusia
Manusia merupakan salah satu makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lainnya. Manusia dikatakan sebagai makhluk yang paling sempurna dikarenakan manusia mempunyai akal pikiran, dan dapat menggunakan akal pikirannya untuk bertindak sesuai dengan etika dan norma yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat, serta mampu berkomitmen dengan nilai-nilai yang ada. Selain memiliki akal pikiran manusia juga memiliki jiwa dan roh yang tidak dapat dipisahkan, dimana jiwa dan roh tersebut terletak di dalam tubuhnya.[7] Manusia mengandung unsur-unsur pokok seperti berada, material, berbadan, hidup, dapat berbicara, makhluk sosial, dan sebagainya.[8]

[1] Http://www.artikata.com/arti-344462-pengaruh.html.
[2] Astutiningsih. 2006. Kamus Biologi Untuk SMA. Cet-1. Jakarta: Kawan Pustaka. Hal. 68.
[3] Http://id.wikipedia.org/wiki/Hereditas.
[4] Http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/lingkungan.html.
[5] Http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan
[6] Http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan. Apload: 23 Mei 2014. 10:19 Wib.
[7] Prianggi Amelasasih. Http:// filsafat. kompasiana. com/ 2013/ 09/ 10/ Hakikat Manusia 590519. Html. Apload: 23 Mei 2014. 10:34 Wib.
[8] Alex lanur ofm. 2008. Logika: selayang pandang. Cet. 23. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 15. 

C.     Penyebab Hereditas dan Lingkungan Mempengaruhi Kehidupan Manusia
Berdasarkan pemahaman terhadap makna dari setiap istilah kata yang terpadu dalam sub bahasan ini, maka dapat dipahami bahwa adanya hereditas dan lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia disebabkan oleh ada manusia itu sendiri. Jika seandainya manusia itu tidak ada ataupun terlahir kealam dunia ini, maka tidak akan ada pengaruh hereditas dan lingkungan yang dapat berlaku padanya.
Manusia akan senantiasa hidup secara bersama di suatu tempat. Melalui kebersamaan itulah garis keturunan mereka akan terus mempengaruhi dan anak-anak mereka kelak akan mewarisi bagian-bagian tertentu yang serupa dengan mereka. Adapun tempat yang  mereka duduki atau disebut dengan lingkungan, akan sangat mempengaruhi juga kehidupan generasi-generasi mereka. Hal tersebut dikarenakan generasi mereka akan hidup, meniru, berpikir dan berbuat seperti apa yang mereka lihat dan alami atas segala bentuk kejadian yang ada disekelilingnya.
Para pakar psikologi kotemporer banyak mengadakan penelitian yang bertujuan menentukan pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap perbedaan individu. Beberapa penelitian tersebut berusaha membuktikan pentingnya lingkungan. Namun kesimpulan final yang dicapai oleh para pakar psikologi dari semua hasil penelitian dibidang ini adalah faktor lingkungan dan keturunan berinteraksi bersama dalam menimbulkan perbedaan individu, dan sulit memisahkan pengaruh keduanya secara total. Secara garis besar, ciri-ciri fisik seseorang sangat dekat dengan pengaruh keturunan. Sedangkan secara emosional, hal tersebut lebih merupakan pengaruh dari faktor lingkungan dan kemampuan belajar individu.
Rasulullah saw. juga mengisyaratkan pengaruh keturunan terhadap perilaku manusia dalam sabdanya: “Pilih-pilihlah untuk nuthfah kalian. Nikahilah orang-orang yang sekufu’ (seimbang) dan kawinilah mereka. “(HR Ibnu Majah).[9] Di dalam hadis ini terdapat pelajaran bagi seorang calon suami dalam memilih calon istri dari keturunan yang baik agar nantinya melahirkan keturunan yang baik pula, karena disinilah sebagian besar pembentukan kepribadian terjadi. Memperhatikan faktor lingkungan sosial dan budaya dimana ia hidup, adat kebiasaan, nilai dan prilaku orang tua, cara mereka mendidik, lingkungan teman dan sekolah, sarana informasi yang bermacam-macam, dan dari kejadian dan pengalaman yang dilewatinya dalam kehidupan sehari-hari adalah penting bagi perkembangan karakter dan kepribadian anak.

D.    Keadaan Hidup Manusia yang Dipengaruhi oleh Hereditas dan Lingkungan
Allah swt. dalam al-Quran telah menerangkan kepada kita tentang pengaruh keturunan dalam proses kejadian manusia[10] dan memperlihatkan juga kepentingan-kepentingannya. Al Qur’an mengisahkan juga tentang bagaimana Allah swt. mengutamakan keluarga Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil dari keturunan yang shaleh yang terus turun kepada generasi berikutnya. Al Qur’an juga mengisyaratkan kepada kita baik secara implisit maupun eksplisit tentang keharusan berhati-hati dan cermat memilih istri dan suami. Tetapi dalam waktu bersamaan, Al Qur’an juga menyuruh kita memeperhatikan bagaimana faktor-faktor keturunan seringkali berlainan dan kadang-kadang kehilangan pengaruhnya.[11]
Hal tersebut bermakna bahwa tidak secara keseluruhan juga keturunan dapat mempengaruhi kehidupan. Akan tetapi, Allah swt. memberitahukan kepada kita bahwa lingkungan juga mempunyai pengaruh yang sangat dalam. Pengaruh lingkungan yang baik akan memberikan pengaruhnya pada proses pertumbuhan seorang manusia. Seperti halnya Allah swt. telah menyiapkan seseorang dari keluarga yang shaleh dan mulia,[12] maka akan terbentuklah kepribadian seorang yang shaleh dan mulia juga.
Pengaruh lingkungan terhadap individu sebenarnya telah diawali sejak terjadinya pembuahan. Sejak pembuahan sampai saat kelahiran, lingkungan telah mempengaruhi calon bayi lewat ibunya. Misalnya defisiensi kalsium dalam aliran darah seorang ibu dapat menyebabkan abnormalitas tulang bayi. Setelah kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap individu semakin penting dan besar. Proses yang paling berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar (learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang akan sangat menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional dan semacamnya merupakan atribut yang dipelajari dari lingkungan. Seorang anak yang diasuh dalam keluarga yang terbiasa menjerit-jerit saat memanggil dan menjerit-jerit pula saat memarahi, maka akan tumbuhlah anak tersebut menjadi anak yang berbicara keras dan kasar. Seorang anak yang selalu ditakut-takuti pada dokter akan menyimpan konsep dokter sebagai ancaman, bukan sebagai penolong.
Lewat proses belajar, pengaruh budaya secara tidak lagsung juga mempengaruhi individu. Standar dan norma sosial yang berlaku pada suatu kelompok budaya tempat individu berada akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Norma itulah yang akan menjadi acuan individu dalam berfikir dan berperilaku. Anak yang kerap menonton film kekerasan, apalagi kekerasan itu dilakukan oleh tokoh yang dijagokannya, akan meletakkan kekerasan ke dalam konsepnya mengenai hal yang baik dan dapat diterima, dan kelak pada gilirannya ia akan mampu melakukan kekerasan pada orang lain tanpa rasa bersalah.
Bukankah norma kita terhadap cara berpakaian sudah jauh lebih longgar dari pada sepuluh tahun yang lalu. Hal ini diakibatkan oleh seringnya kita melihat cara berpakaian terbuka aurat didalam film atau oleh orang terkenal di masyarakat kita, seperti pakeannya para penyanyi di televisi. Besarnya peranan masing-masing determinan tersebut tidaklah sama dalam membentuk perbedaan bagi berbagai sifat A, misalnya, mungkin faktor keturunan lebih berperanan sedangkan bagi pembentukan sifat B faktor lingkunganlah yang lebih menentukan.[13]

[9] Http://psikologi brebes jateng. blogspot. com/ 2012/ 02/ pengaruh keturunan dan lingkungan.11. html. Apload: 23 Mei 2014. 12:15 Wib.
[10] Ayat-ayat yang menyebutkan peringatan tersebut seperti dalam Surat Nuh: 13-14, al-Sajdah: 8-9, al-Thaariq: 5-7, al-Insan: 02, al-Najm: 45 – 46, al- Dhariyaat: 49, al-Mu’minun:13-14, al-Infithaar: 7-8, al-Tin: 4, al-Taghabun: 03, dll. (Abd. Majid. 2012. Manusia: Ditinjau dari Aspek Sejarah, Sosial, Budaya dan Agama. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. Hal. 57-60).
[11] Ali Abdul Azhim. 1989. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al Qur’an. Bandung: CV Rosda. Hal. 117-120.
[12] Ali Abdul Azhim. 1989. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al Qur’an,,, Hal. 124.
[13] Saifuddin Azwar. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 74-76.

E.    Penutup
Berdasarkan makna setiap kata yang telah dijelaskan maka dapat dipahami bahwa melalui adanya pengaruh dari hereditas dan lingkungan, akan muncul berbagai pola pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Masing-masing individu lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti bahwa, karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan gen dari orang tuanya. Di samping itu, individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungan, baik lingkungan fisik, psikologi, maupun sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan.
Demikianlah pembahasan tentang pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap kehidupan manusia yang dapat penulis bahas. Jika ada kekurangan dan kesalahan maka penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga bermanfaat.

F. Daftar Pustaka
Astutiningsih. 2006. Kamus Biologi Untuk SMA. Cet-1. Jakarta: Kawan Pustaka.
Azhim, Ali Abdul. 1989. Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al Qur’an. Bandung: CV Rosda.
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lanur, Alex. 2008. Logika: selayang pandang. Cet. 23. Yogyakarta: Kanisius.
Majid, Abd. 2012. Manusia: Ditinjau dari Aspek Sejarah, Sosial, Budaya dan Agama. Banda Aceh: Ar-Raniry Press.
Prianggi Amelasasih. Http://filsafat.kompasiana.com/2013/09/10/Hakikat Manusia 590519. Html.
Http://psikologibrebesjateng.blogspot.com/2012/02/pengaruh keturunan dan lingkungan. 11. html.
Http://www.artikata.com/arti-344462-pengaruh.html.
Http://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/lingkungan.html.
Http://id.wikipedia.org/wiki.



KLASIFIKASI ILMU DALAM KONTEKS FILSAFAT ISLAM


A. Pendahuluan

Manusia merupakan suatu makhluk yang memiliki berbagai potensi untuk memperoleh ilmu. Dimana segenap potensi tersebut tumbuh dan berkembang dengan metode-metode tertentu, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu yang diperoleh pun berbeda-beda. Akibat dari perbedaan itu maka muncullah upaya untuk melakukan pengklasifikasian terhadap ilmu.

Proses pengklasifikasian ilmu yang berawal dari ranah filsafat Islam akan dapat dipahami sesuai dengan metode dan landasan yang berlaku di dalam Islam itu sendiri. Metode dan landasan yang berlaku tersebut merupakan karakteristik tersendiri dalam kajian keilmuan Islam. Sehingga dari segi katagori wilayah, akan terlihat jelas perbedaan antara kajian keilmuan timur dengan keilmuan barat.

Konsep ilmu keislaman yang berlaku dalam realita kehidupan, secara filosofis akan memberikan pengaruh yang sangat siknifikan terhadap keyakinan manusia yang ada di dalamnya. Sehingga aktualisasi dari berbagai konsep, secara berkesinambungan akan melahirkan tingkatan keilmuan yang lebih dekat dengan kesempurnaan.

B. Makna Klasifikasi Ilmu

Berdasarkan keterangan yang terdapat di dalam kamus besar bahasa Indonesia, klasifikasi adalah penyusunan bersistem dalam kelompok berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Menurut Towa Hamakonda dan Tairas, klasifikasi adalah pengelompokkan yang sistematis pada sejumlah objek dan gagasan ke dalam golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama.[1] Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya (apabila dilihat dari luar), maupun menurut hubungannya (jika dilihat dari dalam). Menurut Mohammad Hatta, ilmu dapat dimaknai sebagai akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan, suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris.[2]

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dimaknai bahwa ilmu adalah sesuatu bagian yang perlu diklasifikasikan, agar segenab ruang lingkupnya dapat ditindaklanjuti dengan baik sesuai dengan tingkatan epistimologi yang digunakan. Dalam hal ini, kesejatian tindakan seseorang berawal dari ilmu apa yang ia pelajari, sehingga dapat dikatakan bahwa kesesuian ilmu dengan setiap masalah akan dapat menghasilkan solusi terbaik. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam malakukan pengklasifikasian ilmu, potensi epistimologi (wahyu, indera, akal, dan hati) yang ada akan mempengaruhinya. Sehingga klasifikasi ilmu yang dihasilkan tersebut akan lebih efektif untuk dipelajari.

C. Klasifikasi Ilmu dalam Konteks Filsafat Islam

Membahas konteks ialah sama halnya dengan membahas latar belakang, kerangka, lingkungan, situasi dan kondisi.[3] Sehingga klasifikasi ilmu dalam konteks filsafat Islam yang akan dibahas dalam makalah ini ialah berkenaan dengan pembagian dan penyusunan kerangka ilmu seperti yang telah diberlakukan di dalam berbagai pemikiran keislaman, mulai dari awal kemunculan, perkem-bangan, kejayaan, kemunduran, sampai kepada masa sekarang.

Pada bagian ini, untuk mengetahui bagaimana klasifikasi ilmu dalam konteks filsafat islam, maka penulis berusaha untuk menelusuri beberapa catatan epistimologi yang telah diuraikan oleh para filsuf Islam, terutama dalam melahirkan klasifikasi ilmu, seperti:

1. Klasifikasi ilmu menurut Imam Al-Ghazali [4]

Secara umum, Imam al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua, yaitu:

a. Ilmu Muamalah

Ilmu Muamalah adalah ilmu mengenai keadaan hati yang mengajarkan nilai-nilai mulia dan melarang tindakan yang melanggar kesusilaan pribadi dan etika sosial syari’ah. Kemudian pada tatanan implementasinya, ilmu muamalah ini terdiri dari ilmu fardhluain dan ilmu fardhlu kifayah.

Adapun para ulama’, dalam memposisikan ilmu fardhlu ‘ain ialah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Misalkan para mutakallimun, berasumsi bahwa ilmu kalam (ilmu tauhid) adalah ilmu fardhluain. Bagi mereka, dengan ilmu kalam seseorang dapat menemukan dan mengetahui ketauhidan Dzat dan sifat Allah. Sementara para Fuqaha’, menyakini pula bahwa ilmu fiqh lah ilmu fardhluain, sebab dengan fiqh seseorang dapat beribadah dan mengetahui perkara halal dan haram, serta mengetahui perkara yang haram dan yang halal dalam bermuamalah.

Pada bagian Ilmu fardhu kifayah, al-Ghazali menyebutnya sebagai ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian masyarakat Islam, bukan seluruhnya. Dalam hal ini juga, al-Ghazali mengolongkannya ilmu fardhu kifayah ini sebagai ilmu yang sangat dibutuhkan terkait dengan kemaslahatan dunia, seperti ilmu kedokteran (al-Thib), matematika (hisab), teknik (shana’at), pertanian (al-falah), pelayaran (al-Hiyakah), politik (al-Siyasah), bekam (al-Hijamah) dan menjahit (al-Khiyath).

b. Ilmu Mukasyafah

Pada bagian ini, Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu Mukasyafah adalah puncak dari semua ilmu karena ia berhubungan dengan hati, ruh, jiwa dan pensucian jiwa. Ilmu ini diibaratkan seperti cahaya yang menerangi hati seseorang dan mensucikan dari sifat-sifat tercela. Dengan terbukanya cahaya tersebut, maka perkara dapat diselesaikan, didengar, dilihat, dibaca dan membuka hakikat ma’rifat dengan dzatullah subhannahu wa ta’ala.

Ilmu Mukasyafah adalah puncak ilmu yang dimiliki para siddiqun dan muqarrabun. Mereka bisa mengetahui hakekat dan makna kenabian, wahyu, serta lafadznya malaikat, perbuatan setan kepada manusia, cara penampakan malaikat kepada Nabi, cara penyampaian wahyu kepada Nabi, mengetahui seisi langit dan bumi, mengetahui hati dan bercampurnya setan dengan malaikat, mengetahui surga dan neraka, adzab kubur, shirath, mizan, dan hisab. Inilah ilmu yang tidak tertulis di dalam buku dan tidak dibicarakan kecuali ahlinya saja yang bisa merasakannya. Di lakukan dengan cara berdzikir dan secara rahasia.

2. Klasifikasi Ilmu Menurut ibnu Khaldun

Ibn Khaldun adalah salah seorang cendekiawan muslim abad pertengahan yang berusaha membuat pembidangan setiap ilmu pengetahuan yang berkembang. Pembidangan atau klasifikasi ilmu yang dibuat Ibn Khaldun ialah:

a. Ilmu-ilmu Falsafah dan Hikmah

Ilmu-ilmu yang sifatnya alamiyah bagi manusia atau ilmu-ilmu rasioanal tidak terdapat secara khusus pada suatu kelompok penganut agama tertentu, melainkan terdapat pada seluruh penganut-penganut agama secara keseluruhan dan mereka mempunyai persamaan dan persepsi dalam pembahasannya. Ilmu-ilmu itu dinamakan juga ilmu-ilmu falsafah dan hikmah. Selanjutnya Ibn Khaldun membagi ilmu-ilmu rasional atau ilmu-ilmu falsafah dan hikmah itu dalam empat macam, yaitu:

Pertama logika, yaitu ilmu untuk menghindari kesalahan dalam proses penyusunan fakta-fakta yang ingin diketahui, yang berasal dari berbagai fakta tersedia yang telah diketahui. Faedahnya adalah untuk membedakan antara yang salah dari yang benar berkenaan dengan hal-hal yang dikejar oleh para pengkaji segala yang ada beserta sifat-sifat tambahannya agar ia sampai pada pembuktian kebenaran mengenai alam semesta dengan menggunakan akalnya secara maksimal.

Kedua Ilmu Alam, yaitu ilmu yang mempelajari substansi elemental yang dapat dirasa dengan indera, seperti benda-benda tambang, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang yang diciptakan, benda-benda angkasa, gerakan alami dan jiwa yang merupakan asal dari gerakan dan lain-lainnya.

Ketiga Metafisika, yaitu pengkajian yang dilakukan terhadap perkara-perkara di luar alam, yaitu hal-hal yang sifatnya rohani.

Keempat Studi tentang berbagai ukuran yang dinamakan matematika (Ta’limi). Bagian ini mencakup empat ilmu pengetahuan, yaitu ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu music, dan astronomi. Tentang ilmu ukur atau geometri, Ibn Khaldun mangatakan bahwa:Ilmu ukur berupa pengakajian tentang ukuran-ukuran secara umum, baik yang terpisah-pisah karena ukuran itu bisa dihitung ataupun yang bersambungan, yang terdiri dari satu dimensi, yaitu titik; atau mempunyai dua dimensi, yaitu permukaan; atau tiga dimensi, yaitu ruang. Ukuran-ukuran itu dikaji, demikian pula sifat-sifat tumbuhannya”.

Sedangkan ilmu hitung/aritmatika adalah ilmu tentang apa yang terjadi pada angka terpisah, yaitu bilangan dengan memperhatikan ciri-ciri khususnya serta sifat-sifat tambahan yang melekat padanya. Ilmu music adalah pengetahuan mengenai hubungan suara-suara dan melodi-melodi satu sama lainnya serta pengukurannya dengan angka. Ilmu astronomi adalah ilmu yang menetapkan bentuk daerah angkasa, posisi dan jumlah planet dan bintang tertentu, dan dengannya memungkinkan mempelajari semuanya ini dari gerakan benda-benda di langit yang kelihatan terdapat di setiap ruang angkasa, gerakan-gerakannya, proses dan resesinya.

b. Ilmu-ilmu Tradisioanl Syar’iyah

Pada kelompok yang kedua ini berbeda dengan ilmu-ilmu yang ada pada kelompok yang pertama, karena pada pembidangan yang kedua ini terdiri dari ilmu-ilmu yang tidak melibatkan akal manusia dalam memperolehnya, di sini tidak ada tempat bagi akal, kecuali untuk menghubungkan persoalan-perosalan detail dengan prinsip-prinsip dasar. Sumber asal ilmu pengetahuan naqli ini secara keseluruhan adalah ajaran kitab suci al-Quran dan sunnah Rasulullah saw.

Menurut Ibn Khaldun, jenis ilmu-ilmu naqli ini banyak. Sehingga tugas bagi setiap mukallaf untuk mengetahui hukum-hukum yang telah di fardhukan Tuhan kepadanya. Sumber ilmu-ilmu naqli ini adalah Al-Quran dan tafsirnya serta qiraatnya, Ilmu-ilmu hadis dan mata rantai periwayatnya, Ushulul fiqih dan fiqih, Ilmu kalam dan Ilmu Tasawuf.

_____________
[1] Towa Hamakonda dan Tairas. 1999. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 1.
[2] Umar Hapsoro. 2009. Artikel: Pengetahuan dan Ilmu. Http://Umum. Kompasiana. Com. Apload: selasa, 20 Mei 2014. 19:52 Wib. 
[3]   Http://www.sinonimkata.com/sinonim-154961-KONTEKS.html
[4] Http://inpasonline.com/new/ Klasifikasi ilmu menurut Imam al-Ghazali sebagai asas pendidikan Islam. Online: 15 April 2014. 23:48.